MAKASSAR, METROTIMUR– Dosen Unhas, dr Amalia Mulia Utami beberapa hari yang lalu, 24 September 2016 meraih penghargaan sebagai juara pertama pada ajang Association of european cardiovascular pathology di Cologne, Jerman yang diikuti 52 orang peserta.
Raihan penghargaan Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unhas Belanda, dr Amalia Mulia Utami ini, karena melakukan research student di academic medical center, University of Amsterdam.
Mantan Dara (Putri) Kota Makassar tahun 2009 ini mengungkapkan, bahwa penelitiannya itu simpel tapi merupakan ilmu dasar dalam melakukan diagnosis pada kasus Vaskular malformasi.
“Jadi saya itu meneiliti perbedaan diagnosis dari 2 dokter untuk setiap kasus pasien. Nah, untuk kasus vaskular malformasi ini, di indonesia belum terlalu diperhatikan. Padahal kasusnya banyak. Alasannya karena mereka tidak concern terhadap klasifikasi internasional yang ada. Dan akhirnya memberikan diagnosis seadanya. Jadi bukan diagnosis yang salah, tapi tidak spesifik dan itu mempengaruhi ke terapi pasien itu,” ujarnya saat, Rabu (5/10/16)
Adapun judul penelitian yang dipersentasekan ibu kelahiran Makassar 4 Oktober 1988 ini adalah Vascular Malformations of Soft Tissue: Clinical vs Histological Diagnosis. “Ternyata hasilku itu lebih 50 persen, diagnosis dari 2 dokter (klinisi dan patologi anatomi) berbeda. Artinya penelitian ini nanti bisa jadi rekomendasi untuk membuat standard diagnosis internasional,” jelas ibu dua anak tersebut.
Penelitiannya yang dilakukan selama setahun inilah yang menjadi faktor Dara Makassar 2009 ini meraih penghargaan juara satu tingkat internasional.
“Nah , ternyata di dunia pun seperti itu, jadi penelitian saya di negeri Belanda yang merupakan pusat rujukan kasus vaskular malformasi. Di Indonesia juga sudah banyak kasus yang dilaporkan terapinya jadi tidak efektif karena tidak spesifik Jadi ada 2 dokter (klinis dan pathologist) mereka kan memberikan diagnosis masing-masing dan itu 55.7% berbeda dan dua-duanya ada salahnya masing-masing,” ungkapnya.
Oleh karenanya, hasil penelitian Amalia, mahasiswi S3 Academisch Medisch Centrum, Universitiet Van Amsterdam ini menjadi rekomendasi untuk pembuatan prosedur diagnosis international untuk kasus pasien vaskular malformasi karena beda subtipe diagnosis akan mengarah ke beda terapi.
“Harapan saya cuma satu, kedepannya kasus-kasus vaskular anomali bisa lebih diperhatikan di Indonesia, tidak ada lagi diagnosis yang tidak tepat atau kurang spesifik dan semua dokter yg menangani kasus-kasus ini bisa lebih perhatian terhadap penerapan klasifikasi internasional agar semua bisa berjalan dengan selaras sejak pasien masuk rumah sakit sampai pada terapi penanganan pasien tersebut,” harap Amalia.(*)