Bantaeng,metrotimur.com – Cabe yang memiliki bahasa latin Capsicum Annum merupakan salah satu komoditas atau tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku industri, memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerjaserta sebagai sumber vitamin C.
Cabe merupakan salah satu komoditi yang menjadi primadona pasar dan termasuk komoditi strategi di Sulawesi Selatan. Mengingat kebutuhan cabe di pasaran tidak mengenal pasang surut. Kebutuhan cabe di Sulsel pun menjadi melonjak ketika menjelang hari raya agama.
Di sisi lain, karakter cabe hanya bisa ditanam dengan lahan yang tidak begitu basah, dan tanaman cabai sangat sensitif dengan musim penghujan. Jadi, cabe merupakan tanaman musiman, akan tumbuh lebat jika ditanam pada musim kemarau, atau musim pancaroba di mana intensitas hujan rendah.
Berdasarkan Fakta diatas, otomatis pasokan cabe dari pertanian tidak bisa stabil setiap saat. Maka harga cabe di pasaran pun cenderung mahal. Harga cabe ditingkat pengepul lebih sering dipermainkan, ketika panen cabe, pengepul membeli cabe dengan harga yang sudah ditentukan. Tapi ketika cabe, sampai ditingkat pengecer harganya dinaikan.
Walau begitu, cabe paling banyak dipilih oleh petani, karena harga cabe ketika panen masih menguntungkan dari pada padi atau varian tanaman pangan, seperti jagung maupun kacang tanah. Cabe kriting merah dalam satu periode masa tanam bisa dipanen hingga lima kali secara bertahap. Selain itu, modal menanam cabe tidak memerlukan modal lebih seperti menanam padi.
Komoditi cabe merah selain harga juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatannya sebagai bumbu masak atau sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan membuat cabe merah semakin menarik untuk diusahakan sebagai usaha agribisnis yang memiliki prospek.
Atas dasar itulah di Dusun Bonto Jonga, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Ir. Farid Amiruddin salah seorang petani mencoba peruntungan dengan menanam cabe di lahan kosong miliknya. Alhasil, dia pun telah memetik pundi-pundi emas dari buah si kecil pedas itu.
Berawal Dari Coba-coba 12 Ribu Pohon
Jumlah tanaman awal skitar 12 ribu pohon, kata sang petani cabe yang berlatar belakang seorang arsitektur alumni FT- Unhas tersebut, dia pun menyebut rahasia kesuksesannya menanam cabe yang bisa dikatakan telah menuai hasil yang sangat baik.
“Semuanya varietas Dewata 43 F1, Keluaran grand Panah merah bisa dibuka di websitenya, segala jenis bibit ada di sana, tinggal pilih, mulai jagung, tomat, terong, kol, hingga cabe. Khusus untuk cabe, ada cabe besar, cabe keriting, hingga cabe rawit. Setiap bibit ada penjelasannya masing-masing. Misalnya cocoknya di dataran tinggi atau rendah, bentuk buahnya, usia tanamnya, tinggi batang tanaman,”beber Irfan, kepada metrotimur.com, selasa (11/4/17).
Sejak dirinya memutuskan untuk bertani cabe, Irfan telah berhasil yang hanya bermodalkan coba-coba saja, dia pun telah mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat di Dusun Bonto Jonga, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Daerahnya pun dikenal dengan hasil cabenya berkat usahanya dalam melihat peluang si kecil-kecil cabe rawit tersebut, menurutnya menjadi petani cabe susah-susah gampang
“Tergantung pemeliharaanya, kalau punya saya, sudah 3x panen sejak Desember, lalu Januari, dan Februari, Maret juga sdah mulai lagi. Para pemanen warga skitar, bisa sampai 25-30 orang. Mereka sangat antusias jika saat panen seperti ini karena dapat uang sampingan, Rp 1500/1 kg upahnya saya ikut saja standar petik kopi di sana,”ujarnya.
Meski terbilang baru menanam cabe, dia pun telah melakukan pemasaran di pasar-pasar tradisional, bahkan kebun miliknya pun telah banyak di datangi pengepul. Namun melihat peluang harga di Kota Makassar lebih baik, dia pun memutuskan untuk melakukan pemasaran sendiri ke Kota Makassar.
“Pemasarannnya, ada yang datang langsung ke kebun sampai 4 group, sebagian saya pasarkan ke Makassar. Tapi setelah saya pelajari, lebih baik pasarkan langsung ke Makassar karena harga lebih baik, seperti saat sekarang, kalau yang beli di kebun paling tinggi 30 ribu/Kg nya, kalau di Maksaar masih dihargai 40-45 ribu/Kg,”terangnya.
Miliki Obsesi Dusun Bonto Jonga Bisa Dikenal Sebagai Sentra Perkebunan
Terlepas dari persoalan cabenya sendiri, sebenarnya ada obsesi saya yang lain yakni bagaimana menjadikan wilayah sekitar perkebunan saya dusun Bonto Jonga juga bisa dikenal lebih luas seperti wilayah-wilayah lain di Kabupaten Bantaeng yang memang sudah dikenal sebagai sentra perkebunan seperti Loka, Lannying, Muntea, Sinoa dan daerah lainnya.
Seperti itulah kata Irfan, meski telah berhasil melakukan budidaya tanaman cabe dan mengurangi inflasi cabe di Makassar, dia tak melupakan daerah dia menjadi seorang petani yang terbilang telah sukses menjadi contoh masyarakat di Dusun Bonto Jonga.
“Sekarang sudah mulai keliatan dampak upaya coba-coba saya. Beberapa petani mulai ikut manfaatkan lahannya yang lama terlantar dengan menanam cabe. Betapa tidak, petani saya dari budidaya cabe kemarin, ada yang bisa langsung beli motor second 2 unit, satunya lagi bisa beli lahan kebun,”kata Irfan.
“Inilah realita nyata yg terjadi. Kalau wilayah sekitar kebun saya pada umumnya sudah tau. Misalnya ada yang tanya Bonto Jonga? Oh…yang banyak cabe rawitnya ya? Oh di atas sana lokasinya, seperti itulah kira-kira yang saya maksud. Disisi lain, sarana jalan, listrik dan air bersih di wilayah Bonto Jonga masihh sangat minim. Makanya sya sering berupaya undang pejabat-pejabat ke kebun dengan harapan juga bisa mlihat realita infrastruktur yang butuh pembenahan, disamping melihat budidaya cabe saya,”sambung Irfan
Daerah Bonto Jonga memiliki potensi besar dibidang pertanian, kebanyakan orang (petani) cuma andalkan kopi yang hanya bisa panen sekali setahun, bahkan menurut Irfan, juga ada tumbuhan Talas yang belum dimanage secara maksimal, krna sptinya ada permainan oknum saat panen dan akan dupasarkan. Msh sdikit yg mau kembangkan sayuran yg bisa panen/3 bulan.(dik/Ron)
Penulis: Metrotimur.com